Wednesday, March 31, 2010

HAK MUT’AH ISTERI PASCA PERCERAIAN


Pengertian Mut'ah
Selain dibaca mut'aħ (المتعة; dengan dhammaħ mim), ia juga terkadang dibaca dengan mit'ah (dengan kasraħ mim). Kata mut'ah sendiri merupakan variasi lain dari kata al-mata' (المتاع)[1] yang berarti sesuatu yang dijadikan sebagai objek bersenang-senang (ما يستمتع به). Secara definitive, makna mut'ah adalah "sejumlah harta yang wajib diserahkan suami kepada isterinya yang telah diceraikannya semasa hidupnya dengan cara talak atau cara yang semakna dengannya" (مال يجب على الزوج دفعه لامرأته المفارقة في الحياة بطلاق وما في معناه).[2]

HAK NAFKAH ISTERI PASCA PERCERAIAN


 Pengertian Nafkah
Ulama meriwayatkan dua kata dasar bagi nafkah (nafqah; النفقة); ada yang mengatakan ia berasal dari akar kata al-infaq yang berarti pengeluaran (الإخراج),[1] ada juga yang mengatakan bahwa ia berasal dari akar kata al-nufuq yang berarti hancur (الهلاك).[2] Ibn Bakar[3] menjelaskan bahwa nafkah yang dimaksud di sini bukanlah berasal dari akar kata al-nufuq, nafaq atau nifaq. Akan tetap ia merupakan nama bagi sesuatu yang dinafkahkan seseorang terhadap keluarganya (ما ينفقه الإنسان على عياله).[4] Sedang secara syara', seperti disebutkan al-Munawiy,[5] ia berarti sesuatu yang mesti dibayarkan seseorang buat kehidupan orang yang menjadi tanggungannya, seperti isterinya, budaknya dan hewan ternaknya (ما يلزم المرء صرفه لمن عليه مؤونته من زوجته أو قنه أو دابته). Materi nafkah itu sendiri biasanya dibatasi pada tiga unsur utama, yaitu makanan, pakaian dan tempat tinggal (الطعام والكسوة والسكنى).[6]

HAK MAHAR ISTERI PASCA PERCERAIAN


 Pengertian Mahar
Kata popular untuk mahar dalam bahasa Arabnya adalah al-shadâq (الصداق). Kata al-shadâq sendiri sesungguhnya bisa diucapkan dengan lima dialek, yaitu al-shadâq, al-shidâq, al-shadaqaħ, al-shudqaħ, dan al-shadqaħ. Selain al-shadâq, untuk mahar sendiri ada tujuh kata lainnya, yaitu al-mahr (المهر), al-nihlaħ (النحلة), al-farîdhaħ (الفريضة), al-habâ` (الحباء), al-ajr (الأجر), al-'alîqaħ (العليقة) atau al-'alâ`iq (العلائق), dan al-'aqr (العقر).[1] Secara definitive ia diartikan dengan imbalan yang disebutkan atau sesuatu yang menggantikan posisinya dalam akad nikah (العوض المسمى في عقد النكاح وما قام مقامه).[2] Dalam bentuk yang lebih spesifik, al-Kasaniy[3] menyebutkan bahwa mahar itu merupakan imbalan terhadap kemaluan si isteri (عوض عن بضعها). Ia berposisi sama dengan harga sebagai pengganti barang dalam jual beli (كالثمن عوض عن المبيع).

HAK-HAK ISTERI PASCA PERCERAIAN


Sebagai sebuah aturan yang berkaitan dengan tata hidup berkeluarga bagi umat Islam, konsep perceraian (atau nama lain sesuai bangsa yang memakainya) yang disebutkan dalam formulasi hukum di berbagai nagara muslim diadopsi dari konsep talak yang terdapat dalam fikih. Kata talak sendiri juga diadopsi ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Arab lengkap dengan makna dan berbagai aspek yang dikandungnya. Secara etimologi, kata talak (al-thalâq; الطلاق) dalam bahasa Arabnya, seperti disebutkan Ibn Manzhur,[1] berarti: tidak ada ikatan atasnya dan meninggalkan (لا قَيْد عليها وكذلك الخلَّية). Ia juga berarti menghilangkan ikatan dan meninggalkan (إزالة القيد والتخلية).[2] Ia merupakan lafal yang telah digunakan oleh masyarakat Arab Jahiliyyah dengan makna dan maksud yang sama. Kemudian ketika agama Islam datang, lafal itu tetap digunakan sebagaimana adanya.[3]

PENGANGKATAN ANAK


Konsep Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak dikenal dalam system hukum Indonesia sebagai salah satu konsep hukum peninggalan Belanda. Kata asli yang digunakan untuk itu pada awalnya adalah adopsi. Tapi kemudian istilah yang populer, dan dipopulerkan, untuk itu adalah pengangkatan anak. Untuk memperjelas pemahaman dan penjelasan berikutnya, terlebih dulu penulis akan mengemukakan pengertian asli dari kata adopsi itu sendiri.

Tuesday, March 30, 2010

ALUR PENUNJUKAN HUKUM

(Perbandingan antara Metode Hanafiyyaħ dan Metode Syâfi'iyyaħ)

Pendahuluan
Berbagai kitab ushul al-fiqh, secara garis besarnya, melakukan bahasan terhadap empat topic utama, yaitu tentang hukum, sumber-sumber hukum, metode istinbath dalam menemukan hukum dari sumbernya, dan tentang pelaku istinbath (mujtahid). Metode istinbath sendiri biasanya dilakukan dalam rangka menemukan petunjuk-petunjuk dalil yang terdapat dalam sumber hukum. Fokus utamanya adalah lafal atau shîghaħ yang mengandung dalil hukum (shîghaħ amr, nahy, 'umûm, khushûsh, zhâhir, mu`awwal, dan sebagainya).

Sementara cara penunjukan lafal terhadap makna, dalam terminologi ulama Ushul, biasanya dibatasi pada penunjukkan secara jelas dan tegas, secara isyarat, secara tidak langsung, dan secara kehendak syara' (الاقتضاء) yang terkandung di dalamnya. Makalah ini secara sederhana akan memberikan gambaran tentang persoalan dilâlaħ lafal terhadap hukum.

Monday, March 22, 2010

USHUL FIQH DAN PERMASALAHANNYA

Pendahuluan

Islam, dengan tauhid sebagai elemen dasar, adalah inti ajaran yang diwahyukan Allah kepada seluruh nabi-Nya. Untuk menjelaskannya, diturunkanlah pedoman pelaksanaannya, buat Nabi Muhammad SAW dan umatnya diturunkanlah al-Qur’an.

Sebagai sebuah kitab suci yang jadi pedoman dalam segala hal dan untuk segala zaman, al-Qur’an tidak mengajari dan menjelaskan segala persoalan secara rinci dan mendetail. Ia hanya memberikan pedoman atau petunjuk umum. Selanjutnya tugas manusialah untuk memahaminya agar bisa dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan mengatasi segala persoalan yang mereka hadapi.