Saturday, July 20, 2013

HAK MAHAR ISTERI PASCA PERCERAIAN


-->
 Pengertian Mahar
Kata popular untuk mahar dalam bahasa Arabnya adalah al-shadâq (الصداق). Kata al-shadâq sendiri sesungguhnya bisa diucapkan dengan lima dialek, yaitu al-shadâq, al-shidâq, al-shadaqaħ, al-shudqaħ, dan al-shadqaħ. Selain al-shadâq, untuk mahar sendiri ada tujuh kata lainnya, yaitu al-mahr (المهر), al-nihlaħ (النحلة), al-farîdhaħ (الفريضة), al-habâ` (الحباء), al-ajr (الأجر), al-'alîqaħ (العليقة) atau al-'alâ`iq (العلائق), dan al-'aqr (العقر).[1] Secara definitive ia diartikan dengan imbalan yang disebutkan atau sesuatu yang menggantikan posisinya dalam akad nikah (العوض المسمى في عقد النكاح وما قام مقامه).[2] Dalam bentuk yang lebih spesifik, al-Kasaniy[3] menyebutkan bahwa mahar itu merupakan imbalan terhadap kemaluan si isteri (عوض عن بضعها). Ia berposisi sama dengan harga sebagai pengganti barang dalam jual beli (كالثمن عوض عن المبيع).

Thursday, April 29, 2010

KONSEP IJÂRAĦ DALAM ISLAM

.    Pengertian dan Dasar Hukum IjâraħA
Pada hakikatnya, berbagai transaksi muamalah yang berlaku di mana saja di belahan dunia ini berhubungan dengan dua objek utama, yaitu benda material dan non-material, dan biasanya dilakukan dalam rangka memiliki objeknya. Dengan adanya kepemilikan tersebut, maka si pemilik punya izin dan wewenang untuk melakukan sesuatu terhadap objek itu guna memenuhi kebutuhannya. Perbedaan nama dan tata laksana transaksi, biasanya didasarkan pada perbedaan objek dan perbedaan konsekwensi yang ditimbulkannya. Perbedaan itu, selain berdasar objeknya, juga didasarkan pada ada atau tidaknya imbalan terhadap objek transaksi itu. Kepemilikan objek material dengan pengganti atau imbalan, dalam fikih biasanya disebut dengan jual beli. Kepemilikan terhadap terhadap objek material tanpa pengganti, biasanya disebut dengan hibah. Kepemilikan objek non-material dengan pengganti, biasanya disebut dengan ijâraħ. Sedang kepemilikan objek non-material tanpa pengganti, biasanya disebut dengan 'âriyaħ.[1] Dari beberapa jenis transaksi tersbeut, dalam bab ini secara sederhana akan dikupas tentang ijâraħ dan berbagai aspeknya dalam pandangan Islam, khususnya fikih mu'amalah. 

Saturday, April 3, 2010

KONSEP MURÂBAHAĦ DALAM WACANA FIKIH

Murabahah merupakan salah satu konsep yang mendapat tempat sangat “luas” dalam wacana aktualisasi ajaran Islam di bidang mu’amalah, yang belakangan lebih popular dengan sebutan ekonomi Islam. Justru karena menjadi “barang laris”, terkadang terdapat pemahaman dan pelaksanaan yang terasa kurang sejalan dengan konsep aslinya yang dikemukakan ulama fikih klasik. Bukan dengan maksud “memutar balik” jarum sejarah, tapi akan lebih terasa lempang dan nyaman kalau apa yang kita pahami dan laksanakan dapat dirujuk sumber aslinya dan, apalagi, sesuai dengan konsep yang “semestinya”. Semestinya di sini tentu harus dipahami “lebih dekat kepada ruh Islam dan dapat meminimalisir hal-hal yang mendekatkannya kepada hal-hal yang dilarang”. Secara sederhana, tulisan ini akan mengetengahkan konsep murabahah yang diformulasikan oleh ulama klasik, dengan berbagai variasi perdebatan tentangnya.

Thursday, April 1, 2010

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM


A.    Pengertian Judi dan Penjudi
Kata judi dalam bahasa Indonesianya memiliki arti "permainan dengan memakai uang sebagai taruhan (seperti main dadu dan main kartu).[1] Sedang penjudi adalah (orang yang) suka berjudi.[2] Kata judi tersebut biasanya dipadankan dengan maysir (الميسر) dalam bahasa Arabnya. Kata maysir berasal dari akar kata al-yasr (اليسر) yang secara bahasa berarti "wajibnya sesuatu bagi pemiliknya" (وجوب الشيء لصاحبه). Ia juga bisa berasal dari akar kata al-yusr yang berarti mudah. Akar kata lain adalah al-yasar yang berarti kekayaaan.[3]

PENGEMBANGAN MAKNA TALAK DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA


Dalam perundang-undangan Indonesia telah diatur mengenai beberapa hal yang dikhususkan pemberlakuannya begi umat Islam, yaitu tentang perkawinan, perceraian, kewarisan, dan perwakafan. Materi-materi yang terdapat dalam perundang-undangan itu tertuang dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan, undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Inpres No.1 Tahun 1991 tenang kompilasi hukum Islam. Materi-materi tersebut merupakan materi hukum yang menjadi dasar penetapan hukum di Pengadilan Agama